Memburu para pembenci monyet - Investigasi BBC bongkar komunitas internasional yang pesan video penyiksaan ke pembuat konten di Indonesia

memburu para pembenci monyet
  • Penulis, Astudestra Ajengrastri, Joel Gunter, Rebecca Henschke
  • Peranan, Investigasi BBC Eye & BBC News Indonesia

Investigasi BBC selama satu tahun mengungkap kisah orang-orang yang mencari kepuasan dan mengeruk keuntungan dari video penyiksaan monyet ekor panjang; para detektif amatir yang memburu mereka; dan nasib Mini, bayi monyet yang menjadi ‘selebriti’ di dunia yang sinting ini.

Beberapa tahun lalu, video-video penyiksaan monyet mulai muncul di YouTube. Alih-alih dihapus, berbagai rekaman video tersebut menyebar tak terkendali. Orang-orang di sejumlah negara Barat memesan video penyiksaan nan keji di luar nalar kepada para pembuat konten di Indonesia. Dari belahan Bumi yang berbeda, kisah mereka saling berkelindan.

PERINGATAN: Artikel ini mengandung deskripsi kekerasan yang dapat membuat Anda merasa tidak nyaman.

line monkey

Saat itu adalah musim semi 2021. Lockdown akibat pandemi masih merajalela, termasuk di Los Angeles, Amerika Serikat, tempat Lucy Kapetanich menetap.

Kapetanich yang saat itu berusia 55 tahun adalah mantan penari erotis berkulit kecoklatan, bola mata hijau, dan rambut hitam bergelombang membingkai wajahnya yang keras.

Di titik itu, ia telah lama berhenti menari dan beralih menawarkan tontonan langsung dengan webcam dari kamar tidurnya — sebuah pekerjaan melelahkan meladeni pria-pria yang punya terlalu banyak waktu luang namun kantong kempes.

Hidup cukup meletihkan bagi Kapetanich. Salah satu cara dia melepas kepenatan setelah sesi webcam-nya adalah dengan menonton klip-klip hewan lucu di YouTube.

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, “Perlakuan mereka kepada monyet-monyet ini tak berperasaan, sangat kejam,” kata Lucy Kapetanich.
Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Kapetanich tak menyadari saat itu, tapi algoritma YouTube mulai mengenalinya, mengikuti setiap kliknya, menyimpan apa yang disukainya, dan menyajikan konten-konten yang kemungkinan besar ingin dilihatnya.

Lambat laun, halaman utamanya penuh dengan rekomendasi video soal monyet dari Indonesia dan Kamboja. Namun monyet-monyet ini tak berada di kebun binatang — mereka didandani dengan baju bayi, beberapa mengenakan popok sekali pakai.

Sekarang setiap kali Kapetanich membuka YouTube, video monyet muncul berlimpah.

“Cuma butuh satu kali klik, dan bam, semuanya ada di beranda,” ujarnya.

Algoritma kemudian menyarankannya beragam video bayi monyet dalam keadaan tertekan dan diselamatkan dari situasi berbahaya yang seperti dibuat-buat: monyet terperangkap di bawah reruntuhan, monyet dibuang dengan plastik sampah, monyet yang separuh badannya terkubur di bawah tanah.

Tak butuh waktu lama, sebuah video penyiksaan monyet muncul di berandanya.

‘Semua tahu siapa Mini’

Pada Mei 2022, di sebuah restoran Meksiko di Los Angeles, Lucy Kapetanich bertemu dengan dua orang agen FBI.

Tiga bulan sebelumnya, dia melakukan pencarian di Google: ‘Cara melaporkan tindak kriminal ke FBI’. Di situs pelaporan online milik FBI, dia mulai mengetik.

“Saya mau melaporkan adanya video-video kekerasan terhadap hewan yang beredar di YouTube.” Lalu dia menambahkan beberapa detail dan mengklik tombol kirim.

Tiga bulan berlalu, tak ada yang terjadi. Kapetanich mencoba lagi.

“Saya sudah pernah melapor sebelumnya,” dia mengetik di dalam kotak kecil di layar. “Komunitas pembenci monyet semakin besar sekarang.”

Kali ini dia menuliskan sejumlah nama. Dalam waktu sepekan, teleponnya berdering, dan seorang agen FBI dari kantor di Los Angeles berkata dia dan rekannya akan menemui Kapetanich. Begitulah Kapetanich dan dua agen FBI, bisa bertemu di restoran Meksiko tersebut.

Para agen FBI itu mendengarkan keterangan Kapetanich dengan takjub, mencatat secepat yang mereka bisa. Namun, mereka mewanti-wanti, kasus semacam ini begitu baru untuk mereka dan mungkin butuh waktu untuk memecahkannya.

Lucy Kapetanich

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, Lucy Kapetanich alias “Mayhem”.

Lebih dari setahun yang lalu, BBC juga melihat kemunculan video-video penyiksaan monyet ini, dan memutuskan memulai investigasi. Para pembuatnya tampak berasal dari Indonesia.

Komentar-komentar di bawah video-video itu kebanyakan menggunakan bahasa Inggris. Bukannya menunjukkan perasaan marah atau jijik, mereka justru seperti mendapat kepuasan saat menonton monyet — secara spesifik, bayi monyet ekor panjang — disakiti.

Investigasi panjang BBC ini mempertemukan kami dengan Lucy Kapetanich, membawa kami pergi ke beberapa kota di Indonesia dan di Amerika Serikat, serta masuk ke lubang hitam yang kedalamannya tak kami sangka-sangka sebelumnya.

Penyiksaan-penyiksaan terburuk dari semua video itu terlalu mengerikan untuk dijelaskan secara detail dalam laporan ini. Namun dalam upayanya untuk membongkar komunitas ini, Lucy Kapetanich menonton semuanya.

Begitupun Dave Gooptar.

Gooptar tinggal sekitar 6.000 kilometer dari Los Angeles, tepatnya di Port of Spain yang terletak di Trinidad, Kepulauan Karibia. Bekerja sebagai tukang ketik transkripsi lepas, Gooptar menghabiskan banyak waktu luangnya di YouTube guna menonton video dan mengunggah review film horor ke kanal pribadinya yang bernama ‘Yardfish’.

Video lucu bayi capuchin di sebuah ladang di Afrika Selatan membuka perjalanannya masuk ke dunia ini. Seperti Lucy, algoritma YouTube bekerja dengan cara yang sama padanya.

Dave Gooptar

Sumber gambar, Dylan Quesnel/BBC

Keterangan gambar, Dave “Yardfish” Gooptar. “Misi saya adalah menyeret orang-orang ini ke permukaan,” katanya.

Ketika Kapetanich baru menonton video monyet pertamanya di LA, Gooptar sudah menemukan berbagai versi penyiksaan ringan terhadap monyet di YouTube dan bertekad melakukan sesuatu.

“Saya ingin menyeret orang-orang ini ke permukaan,” kata dia.

Gooptar menghabiskan empat bulan untuk membuat video panjang yang mengungkap seluk-beluk dunia gelap ini. Video berjudul: “The YouTube Monkey Torture Ring: Part 1” itu dipublikasikan ke kanalnya pada 14 Agustus 2021.

Aksi Gooptar ini tak menjaring terlalu banyak penonton. Tapi salah satu penontonnya adalah Lucy Kapetanich, yang di saat bersamaan telah membuat kanal YouTube-nya sendiri bernama ‘Mad Monkey Mayhem’.

Kapetanich mengirimkan pesan kepada Gooptar. Keduanya lantas membentuk semacam aliansi — saling berbagi informasi, bukti-bukti, juga dukungan emosional melalui surel.

Mereka mulai melihat orang-orang yang sama muncul di kolom komentar. Sebuah komunitas menyimpang sedang terbentuk di depan mata mereka.

Kapetanich teringat akan satu monyet yang dilihatnya lagi dan lagi dalam sejumlah video penyiksaan. Seekor bayi monyet betina.

Dia merunut komentar-komentar lama dari basis data yang telah dikumpulkan Gooptar. Semua orang sepertinya tahu nama bayi monyet itu.

Gooptar juga tahu identitas bayi monyet itu, katanya kepada Kapetanich.

“Semua tahu siapa Mini.”

Satu dari banyak bayi monyet

Video pertama Mini yang dilihat Kapetanich tak terlalu sadis bila dibandingkan dengan apa yang ditontonnya belakangan, tapi video ini terus terpatri di ingatannya.

Mini dan dua bayi monyet lainnya lari kocar-kacir di ruangan sempit, sementara seorang laki-laki di belakang kamera menangkap mereka, menggenggam ekornya, lalu melemparkan satu-per-satu monyet ke dinding. Suara tawa pria itu melengking, menghantui Kapetanich.

“Mereka kelelahan dan kebingungan,” kata Kapetanich, perutnya mulas setiap kali tubuh monyet menghantam dinding. “Dan mereka sangat ketakutan. Tidak ada tempat untuk sembunyi.”

Keterangan gambar, Belasan video yang menunjukkan penyiksaan terhadap Mini diunggah ke YouTube.

Pada pertengahan 2021, Mini adalah salah satu monyet paling terkenal di ekosistem pembenci monyet di YouTube. Tapi Mini juga bukan satu-satunya. Ada Monkey Ji, Baby Ciko, Chiro, Sweetpea, Mona, dan banyak lagi.

Karena berbagai penyiksaan terhadap mereka, beberapa monyet menunjukkan tanda-tanda depresi yang khas. Monkey Ji akan memegang kepalanya dengan dua tangan dan mengayunkan tubuh maju-mundur. Mini akan jongkok dan memeluk kakinya. Para penggemar video menyukainya.

“Dia disiksa beberapa kali seminggu sejak bayi. Hidupnya sangat MENGERIKAN,” tulis sebuah komentar di YouTube.

Semakin kejam video yang ada di YouTube, semakin banyak komentar yang merayakannya. Bahkan, di beberapa video yang memperlihatkan monyet yang disiksa terlihat nyaris mati, seseorang berkomentar, “Lihat mereka mencoba bernapas saat otak idiot mereka mulai berhenti bekerja.”

komentar YouTube
Keterangan gambar, Di YouTube, kebanyakan komentar merayakan penyiksaan yang dilakukan terhadap monyet. Dalam gambar, komentar asli dalam bahasa Inggris telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia.

Kapetanich hanya bisa menonton dengan ngeri. Hatinya sakit setiap kali melihat Mini mencoba menyelamatkan monyet lain yang disiksa bersamanya. Mini akan mendekap mereka, sampai monyet-monyet kecil itu serupa landak yang bergelung menjadi bola.

Namun apa yang membuat Kapetanich semakin sedih adalah ketika Mini menunjukkan rasa cintanya kepada sang pemilik yang telah menyiksanya. Mungkin Mini hanya mencoba untuk melindungi diri, pikir Kapetanich.

Atau mungkin karena Mini hanya kenal satu manusia di dunianya yang kecil — pria yang menyiksanya berulang kali kemudian membawakannya makanan, memanggilnya “sayang”, kemudian memukul kepalanya.

Ini membuat Kapetanich menangis, tapi para pembenci monyet menyukainya. “He sayang-sayang-ed Mini and then immediately smacked her! — Dia sayang-sayang Mini lalu langsung memukulnya!” tulis seseorang dengan nama layar ‘Grace’.

“Saya suka sekali video-video itu,” lanjut Grace. “Kamu bisa melihat ketakutan dan kebingungan di matanya saat dia tiba-tiba dipukul setelah disayang.”

Video-video baru terus bermunculan dan Kapetanich terus menontonnya. Malam demi malam, setelah mematikan webcam-nya, dia mengunduh semua video itu dari YouTube dan menyimpannya di sebuah hard drive eksternal warna pink, dengan stiker monyet di salah satu sisinya.

Kelahiran grup Telegram

Di sudut lain Los Angeles, tak jauh dari tempat tinggal Kapetanich, Nina Jackel memandang layar gawainya dengan khawatir. Jackel, 42 tahun, menjalankan sebuah kelompok pembela hak hewan.

Pada musim panas 2021, Jackel mendapat informasi tentang komunitas baru beranggotakan para pembenci monyet dari kelompok pecinta hewan di Inggris. Dia pun memperhatikan, bagaimana para penggemar video sadis di YouTube mulai frustasi.

“Mereka memberi usul kekerasan macam apa yang ingin mereka tonton, tapi para pembuat videonya tidak membaca komentar atau melakukan apa yang mereka mau,” kata Jackel.

Nina Jackel

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, Aktivis hewan, Nina Jackel, menerima banyak ancaman setelah mengekspos keberadaan komunitas pembenci monyet.

Dengan kata lain, dunia para pembenci monyet ini berjalan satu arah. Para pembuat video di Indonesia memproduksi video dan mengunggahnya ke YouTube, sementara para penggemar hanya bisa menonton.

Dan meskipun bagi sebagian besar orang konten yang ada di platform ini mengerikan, ada semacam batasan untuk tingkat kekejaman yang bisa ditampilkan di YouTube.

“Mereka ingin kekerasan yang lebih ekstrem dan mereka mau punya andil atas kekerasan itu,” ucap Jackel.

Oleh para pembenci monyet, tempat-tempat berkumpul yang lebih personal mulai dibentuk. Tanda-tandanya tercecer di YouTube: tautan ke aplikasi Telegram; kode-kode yang merujuk pada konten yang lebih sadis.

youtube komen

Jackel mengawasi dengan lekat ketika pada Mei 2021, sebuah grup privat besar pertama mulai dibuat. Awalnya grup itu dibentuk di sebuah forum internet kemudian beralih ke Telegram. Jackel hanya bisa melihat nama grup itu: “Million Tears”.

Nama grup ini diambil dari cara para pembuat video di Indonesia memberi judul ‘karya-karya’ awal mereka di YouTube dengan bahasa Inggris patah-patah — ‘million pity’, ‘million sadness’, ‘million tears of poor monkey’.

Video-video yang beredar di grup ini — pemotongan anggota tubuh, pemenggalan, penenggelaman — mengonfirmasi tingkat kesadisan yang jauh lebih parah dari yang tersedia di YouTube.

Jackel mengeluarkan pernyataan pers tentang keberadaan Million Tears — cukup untuk menakut-nakuti para anggotanya dan menutup grup ini. Tapi nyaris seketika, grup lain muncul di Telegram. “Ape’s Cage”, namanya.

Video dengan ‘tanda dolar’

Nina Jackel, Lucy Kapetanich, dan Dave Gooptar tahu keberadaan grup Ape’s Cage, tapi mereka tidak bisa mengintip ke dalam karena pengaturannya privat.

Pada 22 Januari 2022, sebuah surel muncul di kotak masuk Kapetanich, dari seseorang yang mengaku bernama ‘Ronald McDonald’.

“Tolong jangan bilang siapa-siapa,” tulis Ronald McDonald. “Saya bukan orang jahat. Saya menikah dengan pacar SMA saya, punya anak perempuan 19 tahun, satu kucing, dan seekor anjing German shepherd yang baru saja mati karena kanker.”

Ronald McDonald menceritakan lebih banyak hal tentang dirinya kepada Kapetanich.

“Saya bertukar pesan dengan orang-orang paling kacau dengan tingkat kegilaan berbeda-beda,” tulisnya dalam surel pertamanya. Kenyataannya, Ronald McDonald telah melakukan hal-hal yang jauh lebih buruk ketimbang sekadar ‘bertukar pesan dengan orang-orang gila’.

Di komunitas ini, dia dikenal sebagai “Torture King” — nama layar yang dia pilih. Alamat email-nya adalah ‘TortureKingJr@gmail.com’. Nama aslinya, belakangan Kapetanich tahu, adalah Mike McCartney.

Torture King

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, “Saya adalah raja di dunia yang sakit ini,” kata Torture King. “I’m the man.”

McCartney, 48 tahun, adalah seorang mantan pecandu heroin dan eks anggota geng moge supremasi kulit putih di Norfolk, Virginia. Sebuah tato Swastika menghiasi salah satu bagian tubuhnya, dan di rumahnya ada ruangan tersendiri — sebuah man cave, yang dihiasi simbol-simbol Nazi dan bendera Konfederasi.

Setelah menghabiskan dua dekade sebagai anggota salah satu geng motor paling ditakuti di AS, McCartney meninggalkan gaya hidup itu dan kini tinggal nyaris mengasingkan diri.

Kisah McCartney, seperti yang disampaikannya kepada BBC, mirip dengan pengakuan banyak pembenci monyet. Bosan berada di rumah saja saat pandemi, dia menghabiskan berjam-jam menonton YouTube, sampai sebuah video monyet muncul di berandanya. Itu adalah video Mini.

“Mulanya video itu membuat saya terkekeh,” katanya. “Pemiliknya mengiming-imingi monyet dengan botol susu yang tak bisa digapai.”

Dia terus menonton, terus mengklik, dan algoritma YouTube terus bekerja. Dia mengomentari video, bahkan membuat kanal YouTube sendiri untuk mengunggah ulang video-video yang dikumpulkannya. Lalu dia bergabung di grup Telegram.

“Di grup itu ada polling,” dia menjelaskan. “Apa Anda ingin pakai palu? Apa Anda ingin pakai tang? Apa Anda ingin pakai obeng?”

McCartney memberikan suara dan tak lama, “Video-video yang mendapat paling banyak suara mulai bermunculan. Dan itu adalah hal terngeri yang pernah saya saksikan. Dari awal hingga akhir, tapi saya menonton semuanya.”

Lucy Kapetanich

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, Mike McCartney memasukkan Lucy Kapetanich ke dalam salah satu grup di Telegram. Dia menggunakan nama layar ‘Jane Doe’.

McCartney melihat kesempatan untuk mendulang uang dari mengunduh ratusan video penyiksaan monyet dari YouTube dan menjualnya kembali di Ape’s Cage dan grup-grup privat lain.

“Anda ingin lihat monyet disiksa? Saya bisa memberikannya untuk Anda. Semua video punya tanda dolar buat saya,” dia mengucap.

Di suatu hari pada musim semi berikutnya, Mike mengirim Kapetanich sebuah surel yang merinci cara mengunduh Telegram dan tautan untuk bergabung dengan grup.

Saat Kapetanich masuk grup itu dengan nama layar ‘Jane Doe’, Mike menjamin keberadaannya dan memperkenalkannya ke semua pembenci monyet di dalam Ape’s Cage.

‘Kerajaan’ Tuan Monyet

Grup Telegram Ape’s Cage membuka mata Kapetanich. Level penyiksaan monyet di YouTube, yang paling brutal sekalipun, gagal mempersiapkannya untuk menyaksikan video-video kejam di grup Telegram ini. Para anggotanya, yang pada saat itu berjumlah mencapai 400 orang, saling bertukar ide penyiksaan dengan bebas.

Mereka menyebut monyet ekor panjang sebagai “tree rats” atau “tikus pohon”, terkadang “tikus” saja. Di grup itu tidak ada ide penyiksaan yang dianggap terlalu ekstrem.

kolase chat Mr Ape
Keterangan gambar, Mr Ape adalah pendiri dan CEO dari Ape's Cage. Dalam gambar, seluruh pesan dalam bahasa Inggris telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia.

Orang-orang di dalam Ape’s Cage adalah campuran karakter yang aneh — dan yang paling aneh — mereka saling berinteraksi dengan normal, saling menyapa dengan nama layar.

Ada Mike si ‘Torture King’; ada ‘Sadistic’, seorang nenek di pedesaan Alabama yang berprofesi sebagai penjaga pom bensin; ada ‘Bones’, pilot aktif Angkatan Udara AS dari Texas yang memiliki koleksi belasan senjata api; dan ada ‘Champei’, yang gemar membuat kekacauan dan mengakibatkan anggota grup saling bertikai. Lalu ada ‘Trevor’, yang tak pernah muncul di siang hari karena “tidak boleh bawa ponsel saat kerja, masalah nuklir”.

Mereka bukan orang Amerika saja, ada pula anggota grup aktif dari Eropa dan Australia.

Salah satu yang paling kejam adalah ‘The Immolator’, seorang perempuan 35 tahun bernama asli Holly, penyuka burung, dan tinggal bersama orang tuanya di pedesaan Inggris.

Di puncak singgasana kelompok absurd ini, ada satu pria. Nama layar yang dipakainya adalah ‘Mr Ape’ — Tuan Monyet. Dialah pendiri Ape’s Cage.

Sumber gambar, Ed Ou/BBC

Keterangan gambar, Tidak ada ide penyiksaan yang dianggap terlalu ekstrem di dalam grup Telegram Ape's Cage. Pria di balik grup itu, dengan nama layar Mr Ape, bersedia diwawancarai BBC namun meminta identitasnya disembunyikan.

Mr Ape menghabiskan berjam-jam setiap hari di Telegram untuk berbincang dengan sesama pembenci monyet dan membagikan video-video penyiksaan baru ke pengikutnya.

“Saya membangun sebuah kerajaan,” ketiknya pada suatu hari di salah satu grup.

Pada 2022, saat anggota grup Ape’s Cage mendekati 200 orang, prioritas utama Mr Ape adalah untuk menemukan “VO” yang bisa dipercaya.

VO, singkatan dari “video operator”, merujuk pada orang-orang — kebanyakan berada di Indonesia — yang mau memvideokan penyiksaan monyet.

Kebanyakan video yang dibagikan di Ape’s Cage adalah video-video lama. Karena itu, seorang VO yang terpercaya dan mau membuat video baru dengan imbalan uang — termasuk menjalankan ide-ide penyiksaan ekstrem — sangat dibutuhkan.

Para pembenci monyet ini selalu berusaha untuk bisa berkomunikasi dengan para VO. Mr Ape dan Torture King pernah menghubungi pemilik Mini secara terpisah, namun orang itu menolak menjalankan instruksi penyiksaan brutal yang diusulkannya.

Mr Ape kemudian mencoba menghubungi VO lain dari Indonesia yang dikenal dengan nama layar Mas Pochet. Mereka sempat bertukar pesan dengan bantuan Google Translate, namun ujung-ujungnya dia merasa frustrasi. Banyak anggota grup lain menemui masalah serupa.

Tetapi ada satu anggota grup Ape’s Cage yang memiliki akses ke seorang VO yang bisa diandalkan. VO dari Indonesia ini tampaknya mau melakukan apa saja yang dimintanya.

Dan ini membuat Stacey Michelle Storey cukup dihormati di Ape’s Cage.

Nenek sadis dari Alabama

Foto-foto yang diunggah Storey di profil Facebook-nya menampakkan seorang perempuan muda dengan dandanan gothic. Pada kenyataannya, Storey adalah seorang nenek berusia 46 tahun. Rambutnya tipis dengan semburat cat yang memudar — membuatnya tampak lebih tua dari usianya.

Dia bekerja di sebuah pom bensin dan tinggal bersama anak laki-lakinya di sebuah trailer, jauh dari jalanan di pedesaan Alabama yang dipenuhi dengan gereja-gereja baptis.

Nama layar yang dipilih Storey adalah ‘Sadistic’, atau terkadang ‘Sadistic Mind’, dan merupakan salah satu anggota Ape’s Cage paling aktif.

stacey storey

Dia gemar membagikan banyak video penyiksaan dan secara terbuka menyatakan fantasi penyiksaan — kerap kali melibatkan cairan asam atau alat pertukangan yang terlalu kejam untuk dijabarkan mendetail.

“Saya suka melihat mereka memaksa monyet kecil itu minum,” komentarnya pada video monyet yang dibiarkan kelaparan lalu dipaksa minum susu. “Saya sangat lega ketika benda itu mati.”

Pada saat itu, tidak ada anggota grup yang tahu bagaimana Storey menemukan VO-nya, atau siapa sebenarnya VO-nya. Dia minta US $200 (Rp2,9 juta) per video, ujar Storey kepada Mr Ape melalui pesan pribadi.

“Dia brutal dan kalau yang kamu minta bisa dilakukan, dia akan melakukannya,” tulisnya.

Yang diinginkan Mr Ape adalah video-video yang bisa membuat dia terkenal. Maka Mr Ape dan Storey mendiskusikan beberapa ide, sebelum Mr Ape akhirnya menemukan apa yang dia mau: bayi monyet di dalam blender.

Pada April 2022, Mr Ape mengumumkan ide blender ini ke grup. Ia membuka “donasi”, mengundang para anggotanya untuk bersama-sama mangumpulkan uang guna mewujudkan ide ini.

Seluruh anggota grup heboh. Mereka memperdebatkan berapa banyak uang yang harus dikirimkan untuk membeli blender, model apa yang cocok untuk tugas itu. Mereka berkata, penting agar monyetnya tidak mati terlalu cepat.

Video blender itu lantas benar-benar dibuat, melambungkan nama Mr Ape di komunitas pembenci monyet. Setelah itu, Mr Ape dan Storey memesan lebih banyak video penyiksaan, termasuk salah satunya menggunakan sebuah bor listrik warna merah.

Keduanya bertukar pesan pribadi di Telegram nyaris setiap hari. Kebanyakan mereka ngobrol tentang ide penyiksaan, tapi kemudian mereka juga bicara soal keamanan di dalam grup.

Stacey Storey
Keterangan gambar, Di kehidupan nyata, Stacey Storey bekerja di sebuah pom bensin di Alabama.

Ratusan anggota baru bergabung di grup, dan Storey mulai paranoid. “Hati-hati dengan siapa yang bisa kamu percaya,” dia mengingatkan Mr Ape suatu waktu.

Storey tak menyadari, bahwa Mr Ape-lah yang tidak bisa dia percaya. Sama seperti Torture King, Mr Ape memutuskan untuk mengkhianati komunitas pembenci monyet.

Sebulan sebelum video blender dibuat, Mr Ape mengirim pesan kepada Nina Jackel di LA dan Dave Gooptar di Trinidad. Dia mengaku menyamar di dalam grup untuk mencari informasi.

“Selamatkan monyet-monyet itu, hentikan penyiksaan monyet,” dia menulis dalam emailnya untuk Jackel.

Jackel tidak percaya pada pengakuan Mr Ape, menganggapnya sekadar ‘cari aman’, dan kemudian mengabaikannya. Jackel memilih fokus pada hal yang menurutnya lebih penting: menggugat YouTube karena mengizinkan video-video penyiksaan ini ada di platformnya. Kasus ini ibarat Daud melawan Goliat yang berjalan lambat di pengadilan.

Namun Dave Gooptar mulai berkorespondensi dengan Mr Ape secara teratur. BBC juga kemudian menghubungi Mr Ape dan terbang ke Florida untuk menemuinya. Dia bersedia diwawancara, dengan syarat kami tak mengungkap nama aslinya.

Mr Ape: ‘Saya juga menderita’

Rupanya, Mr Ape menjalankan “kerajaannya” dari rumah ibunya. Terletak di pinggiran kota, rumah dua lantai itu memiliki taman dengan rumput yang terpotong rapi, pagar kayu, dan bendera Amerika Serikat yang berkibar di halaman depan.

Di pekarangan belakang, sebuah pohon oak besar memayungi deretan makam kucing peliharaan — enam kuburan kucing, masing-masing dihiasi pusara berbentuk miniatur kepala kucing.

Di lantai atas, kamar tidur Mr Ape serupa mesin waktu dari masa kanak-kanaknya: mainan, tempat tidur single dengan seprai berpola, sebuah foto mendiang ayahnya dalam bingkai persegi panjang.

Mr Ape

Sumber gambar, Ed Ou/BBC

Keterangan gambar, Mr Ape mengumpulkan ribuan video penyiksaan monyet dalam komputernya.

Saat masih di sekolah, guru-gurunya mendorong Mr Ape untuk bermain basket karena tubuhnya menjulang tinggi. Tapi olah raga bukanlah bakatnya. Dia mengatakan tak punya banyak teman. Dia adalah anak kecil yang kesepian dan tumbuh menjadi orang dewasa yang kesepian, katanya.

Di satu titik, semua kepedihan yang dirasakannya berubah menjadi rasa benci. “Saya ingin melihat sesuatu yang lain menderita, lebih tepatnya, sesuatu yang menyerupai manusia,” kata dia. “Karena saya juga menderita.”

Kisah Mr Ape, tentu saja, berawal dari YouTube.

“Saya begadang, terobsesi menonton video-video ini, dan perlahan-lahan semua berputar tak terkendali.”

Semakin banyak video yang ditontonnya, semakin kejam penyiksaan yang ingin dilihatnya, semakin besar pula keinginannya untuk punya andil. Dia ingin bisa memesan jenis penyiksaannya. Dia sempat mengirim pesan pada pemilik Mini, tapi permintaannya ditolak karena terlalu brutal.

“Saya ingin dia membeli bayi monyet dan menggergajinya jadi dua, secara vertikal,” kata Mr Ape. “Itu adalah momen terendah dan terbejat dalam hidup saya.”

Mr Ape sepakat untuk membagikan semua failnya kepada BBC. Saat kami tiba di rumahnya, ibu Mr Ape sedang bekerja, maka dia bisa dengan bebas membuka laptop di meja dapur.

Dia memperlihatkan folder demi folder yang disusun rapi, masing-masing dinamai - ‘Percakapan’, ‘Finansial’, ‘Tangkapan layar’, ‘Lelucon’, ‘Monyet’, ‘Topik lain’. Salah satu folder diberi nama ‘Ide-ide penyiksaan’.

Mr Ape membuka folder-folder itu, satu-per-satu. “Ini kisah saya,” kata dia.

Mini menghilang

Seiring waktu, para anggota Ape’s Cage mulai saling bertengkar — kebanyakan tentang kepemilikan video atau saling curiga adanya kebocoran. Para anggota terpecah dan membentuk grup-grup lebih kecil.

Torture King membuat grup bernama ‘Hangin with the King’ dan mengajak Lucy Kapetanich bersamanya, sehingga dia bisa terus memata-matai komunitas ini.

Kapetanich juga masih berbincang dengan Dave Gooptar. Belakangan mereka semakin sering membicarakan Mini, “bintang” dalam dunia kacau ini yang tiba-tiba menghilang.

Tak seperti kebanyakan bayi monyet yang muncul dalam video-video penyiksaan, Mini dibiarkan hidup oleh pemiliknya — cukup lama untuk melihat kelompok pembenci monyet pindah dari YouTube ke Telegram, dan cukup lama sampai usianya mencapai satu tahun.

Mini adalah “trofi sadistis” dan semacam legenda untuk mereka, menurut Torture King. “Seperti Babe Ruth… Marilyn Monroe… Elvis. Di pusat lingkaran kecil kami yang gila ini, ada Mini.”

chat telegram

Di grup Telegram milik Torture King, Hangin with the King, para pembenci monyet berencana mengumpulkan “donasi” dan memesan penyiksaan pada pemilik Mini.

Mr Ape pernah menanyakan kepada pemilik Mini, berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk membunuh monyet itu dan mendapat jawaban, US $5.000 (Rp74,8 juta). Saat Mr Ape mengumumkannya ke dalam grup, “Anda pasti terkejut betapa banyak orang yang mau ikut saweran,” katanya.

Namun dia urung membayar dan curiga pemilik Mini akan mengambil uangnya lalu menghilang. “Mini adalah selebritis,” ujarnya. “Lebih menguntungkan bila dia tetap hidup.”

chat telegram

Mini ada di mana-mana sampai-sampai beberapa orang mengaku bosan padanya. “Saya sudah muak dengan Mini,” seseorang menulis, “bangunkan saya saat dia mati.”

Mereka menyebutnya “jelek” dan “menjijikkan”, dan tidak berhenti berspekulasi kapan Mini akan dibunuh.

Hingga di suatu titik, video-video baru Mini berhenti muncul, dan para pembenci monyet mulai bertanya-tanya bila Mini sudah benar-benar dibunuh pemiliknya.

chat telegram

Kapetanich membaca pesan-pesan ini dengan khawatir. Dia bertanya-tanya, ke mana Mini? Dia juga bertanya-tanya, mengapa polisi di Indonesia tidak melakukan apa-apa untuk menyelamatkan monyet-monyet ini.

Dari Alabama ke Tasikmalaya

Para pembuat video ini bisa lolos dari polisi begitu lama karena video-video ini umumnya sengaja dibuat dalam latar yang sulit untuk dilacak, seperti di dalam rumah, atau di kebun yang susah diidentifikasi. Kerap kali, pembuat video juga cukup pintar untuk menyembunyikan wajah dan identitasnya.

Tapi jika benar-benar teliti, petunjuk-petunjuk ini bisa ditemukan.

Suatu hari di Trinidad, Dave Gooptar menonton kembali video-video yang dibuat oleh VO brutal Storey — pria di balik video blender dan bor listrik.

Sejumlah hal tampak menonjol — persawahan, sebuah sungai, jembatan batu, sebagian rumah dan bangunan kayu yang tampak seperti rumah pohon. Di latar video, beberapa orang terdengar berbicara dengan bahasa Sunda.

Sang VO tak pernah memperlihatkan wajahnya, tapi di beberapa video, tampak di pergelangan tangannya melingkar beberapa gelang kayu.

tangkapan layar video diduga Asep
Keterangan gambar, Petunjuk-petunjuk di sejumlah video Asep memberi informasi nama dan tempat tinggalnya.

Dalam video lain yang dipesan oleh Storey, di antara pagar bambu yang dibangun di depan rumah pohon, terlihat sekelebat sebuah motor dengan plat nomor yang dimulai dengan huruf Z — kode huruf untuk sebagian area di Jawa Barat: Banjar, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, dan Sumedang.

Bekerja sama dengan kelompok pecinta binatang, International Animal Rescue (IAR), pemilik motor dengan plat itu ditemukan: Asep Yadi Nurul Hikmah.

Asep rupanya telah masuk radar IAR dan polisi karena dia juga menjual hewan yang dilindungi, kejahatan lebih serius dengan ancaman pidana jauh lebih besar ketimbang penyiksaan terhadap hewan tak dilindungi seperti monyet ekor panjang.

Di sebuah akun Facebook yang terkait nama Asep, ada sebuah video menampilkan seorang pria muda bermain-main dengan bor warna merah. Dalam video lain, tampak sebuah blender warna putih dengan merek Sanex dipakai untuk berjualan makanan kecil.

Saat didatangi ke lokasi yang juga didapat dari akun Facebook tersebut, terdapat jembatan batu, bagian rumah, dan rumah pohon serupa dengan yang ada di video penyiksaan. Benar sudah, di sini lah VO Stacey Storey tinggal.

Semua informasi ini lantas dibawa ke Polres Tasikmalaya, yang segera melakukan operasi untuk menangkap tangan Asep dan rekannya. Pada waktu yang sama, Asep terindikasi hendak melakukan jual-beli hewan dilindungi.

Polisi menyita sejumlah barang bukti: satu ekor lutung, satu ekor monyet, satu buah pisau dapur gagang kayu polos, satu buah panci alumunium, satu buah bor set warna merah, satu buah mesin blender merk Sanex warna putih, dan empat buah gelang kayu.

Asep ditangkap polisi karena video penyiksaan monyet
Keterangan gambar, Asep Yadi Nurul Hikmah diringkus oleh Polres Tasikmalaya.

Dalam pemeriksaan oleh polisi yang rekamannya kami dapatkan, Asep terduduk lemas. Dia mengaku tak tahu siapa pemesan video-video penyiksaan monyet yang dibuatnya.

“Saya cuma dikirim [uang] lalu disuruh,” kata Asep dengan bahasa Sunda, menyebut nama orang lain. Seseorang bernama Deny Novianto dari Solo, Jawa Tengah, mengirimkan Rp200 ribu kepadanya untuk melakukan penyiksaan sesuai pesanan pelanggan.

Pada 15 Desember 2022, tiga bulan setelah penangkapannya, Asep dijatuhi hukuman kurungan tiga tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya karena terbukti melakukan jual-beli satwa dilindungi dan penyiksaan bayi monyet.

Belum ada pemeriksaan lanjutan untuk Deny Novianto. Mas Pochet, pembuat video lain yang sempat dihubungi Mr Ape dan dalam investigasi ini kami ketahui bernama asli Andri Gema Saputra dari Bondowoso, Jawa Timur, juga belum ditangkap polisi.

garis

Mudahnya mendapatkan bayi monyet ekor panjang

pemburu di hutan

Sumber gambar, Silvano Hajid/BBC

Keterangan gambar, Bayi monyet ekor panjang dipisahkan dari induknya di hutan. Nyaris selalu, induk monyet dibunuh saat pemburu mengambil bayi mereka.

Di sebuah perkebunan sawit di Provinsi Riau, pada suatu pagi pada Januari 2022, Budi — yang meminta kami merahasiakan nama sebenarnya — mengintip dari pangkal laras senapan anginnya.

Ujung senapan itu mengarah ke pucuk sebuah pohon sawit yang bergoyang-goyang, menandakan hewan yang dibidiknya sedang bertengger di sana: seekor induk monyet dan bayi dalam gendongannya.

Sepersekian detik kemudian, jari Budi menarik pelatuk. Suara jatuh berdebam menggema di antara pohon-pohon sawit dan sejenak kemudian, tangisan bayi monyet pecah mengiris hati.

Budi menyeret induk monyet yang jatuh dari puncak pohon dan melemparkannya ke tumpukan daun sawit kering. Nafas induk monyet tersenggal satu-satu, matanya setengah terbuka saat dia terkapar tak berdaya. Darah di mana-mana.

Bayinya yang masih terus menangis dipungut dan dimasukkan Budi ke tas, dilesakkan bersama bayi monyet lain yang sudah lebih dulu ada di situ — hasil buruan hari ini.

monyet hasil buruan

Sumber gambar, Silvano Hajid/BBC

Keterangan gambar, Permintaan bayi monyet ekor panjang dan beruk meningkat di tahun lalu, kata pemburu, kebanyakan dijadikan hewan peliharaan.

Dalam sehari, Budi bisa menangkap lima hingga delapan ekor bayi monyet dan beruk. “Dalam enam bulan, sekitar 300 monyet sudah saya tangkap,” dia mengaku.

Budi dan teman-teman pemburunya bisa dengan bebas masuk area perkebunan sawit, kata mereka, karena monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina) dianggap hama oleh masyarakat sekitar.

Mereka juga tidak termasuk spesies hewan yang dilindungi di Indonesia, meski para aktivis dan pecinta binatang berkata jumlah mereka di alam liar terus menurun dan mendesak pemerintah melarang perburuan liar terhadap kedua spesies itu.

“Mereka merusak tanaman,” kata Budi. “Kami justru diizinkan berburu di kawasan ini.”

Hasil buruan hari itu akan dibawa ke rumah penadah, yang bertugas “mempersiapkan” bayi-bayi monyet untuk dikirim ke luar pulau.

Di rumah sang penadah, beberapa bayi monyet hasil perburuan hari-hari sebelumnya telah berjejer di kandang. Perjalanan panjang yang menyiksa bagi bayi-bayi monyet ini akan dimulai.

Sebelum menyeberangi Pelabuhan Bakauheni di Lampung untuk sampai Jakarta, boks berisi empat hingga lima bayi monyet yang saling berimpitan akan menempuh perjalanan lebih dari 1.000 kilometer di dalam bagasi bus yang gelap dan pengap.

Tak jarang, di perjalanan yang keras ini bayi monyet tak mampu bertahan dan mati.

Bayi monyet dijual di pasar

Sumber gambar, Moonstar Simanjuntak/BBC

Keterangan gambar, Bayi monyet ekor panjang dijual di berbagai pasar hewan, termasuk di Pasar Burung Satria di Bali. Sebagian besar diperjualbelikan melalui media sosial.

Budi mengatakan, permintaan untuk bayi monyet dan bayi beruk semakin banyak akhir-akhir ini. Dan dia tahu, di YouTube, sedang ada tren orang-orang mengunggah video bayi monyet sebagai hewan peliharaan.

Kami memperlihatkan kepada Budi salah satu video penyiksaan yang beredar di grup komunitas pembenci monyet. Pria itu tertegun.

“Yang kami harapkan dia membeli dan monyet itu diperlakukan dengan baik, kalau disiksa perlahan-lahan itu kejam.”

garis monyet

Pada September 2022, di Magelang, Jawa Tengah, polisi juga mulai bergerak.

Sebelumnya, BBC bertekad untuk menemukan pemilik Mini. Kami mengirimkan pesan Telegram berpura-pura menjadi calon pembeli dari luar negeri, dan setelah beberapa kali melakukan panggilan video, wartawan BBC menemui Mini dan pemiliknya.

Rumah kontrakan dua lantai di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu terletak sekitar 20 menit berkendara dari Candi Borobudur. Di permukiman warga yang tenang dan nyaris sepi, dengan hamparan sawah sepelemparan batu dari halaman depan rumahnya, Ajis Rasajana tinggal bersama istri dan anaknya yang masih bayi.

Di sini — di dalam kamar mandi, di sebuah ruangan di lantai dua, terkadang di tengah sawah — dia menyiksa bayi monyet ekor panjang demi uang.

Keterangan video, Wartawan BBC merekam interaksi dengan Ajis Rasajana dengan kamera tersembunyi.

Ajis mengizinkan wartawan BBC yang menyamar untuk masuk rumahnya. Dia menunjukkan kandang merah yang terkenal itu. Di dalamnya, Mini meringkuk bersama satu bayi monyet lain.

Dia telah memelihara Mini sejak usianya lima hari, katanya. Umurnya nyaris sama dengan anaknya yang masih bayi.

Direkam kamera tersembunyi, Ajis mengatakan dia telah memelihara sekitar 20 monyet sebelum Mini, tapi semuanya mati. “Karena belum tahu cara merawatnya,” dia mengaku.

Belakangan, kepada BBC Indonesia, Ajis menceritakan kisah gelap ini menurut versinya. Semua berawal dari konten monyet yang diunggahnya ke YouTube. Konten itu bukan video penyiksaan namun “cuma video monyet jalan, lalu saya elus-elus”.

“Ternyata banyak yang menonton. Awalnya saya ingin dapat uang dari AdSense [YouTube], bukan dari Telegram,” dia mengaku. Maka dia pun membuat lebih banyak konten tentang monyet.

Sebelumnya Ajis telah membuat berbagai konten berbeda di YouTube, termasuk usaha jual-beli followers di platform itu, tapi dia mengaku tak ada yang jumlah view dan pendapatannya sebesar konten monyet.

Lama-kelamaan, Ajis mengaku banyak orang asing mengirim komentar dan email, meminta konten privat yang lebih ekstrem. Guna menghindari aturan YouTube yang tak mengizinkan video penyiksaan eksplisit, dia membuat akun Telegram dan meletakkan tautannya di YouTube.

“If you want more video like this, call me with Telegram,” tulisnya dengan bahasa Inggris. Sejak diiklankan seperti itu, bertubi-tubi pesan masuk, lanjut Ajis. Dia mengakui membuat beberapa akun Telegram berbeda.

Sumber gambar, Dwiki Marta/BBC

Keterangan gambar, Kepolisian Kabupaten Magelang memeriksa Ajis Rasajana atas penyiksaan monyet. Mini dan seekor monyet lain, yang kami sebut dengan nama Milo, disita dari rumahnya.

Ajis berkata dia menerima pesanan berbagai video penyiksaan, tapi “kalau kategori ekstrem seperti memotong [bagian tubuh], tidak pernah saya ambil”, katanya. Dia juga menyangkal pernah membunuh bayi monyet di depan kamera.

Ajis mungkin tak sebrutal Asep atau VO lainnya dalam menyiksa monyet, tapi dia juga telah menyiksa Mini secara fisik dan psikologis selama lebih dari setahun. Penyiksaan yang baru berhenti setelah polisi menyita Mini dari kediamannya.

“Orang tahu saya, ya karena Mini. Pertama kali saya buat YouTube itu nama [kanalnya] Mini Baby Monkey.”

Ajis mengaku membeli Mini dari penjual di Yogyakarta melalui Facebook. Harganya, ia masih ingat betul. Untuk bayi monyet yang umurnya masih beberapa hari itu dibanderol sebesar Rp1,2 juta.

“Kalau diingat lagi, kasihan sebenarnya. Karena dari kecil sudah saya rawat,” tukas Ajis. “Kalau bisa, saya ingin minta maaf pada Mini.”

Kepada kami, dia juga mengatakan selalu meminta maaf sebelum merekam video penyiksaan pada monyet-monyetnya.

Aku njaluk ngapuro karo sampeyan — saya minta maaf sama kamu. Aku melakukan ini bukan karena aku benci sama kamu, tapi karena aku butuh duit,” dia melanjutkan dengan bahasa Jawa. “Pada saat itu tidak ada yang bisa saya lakukan [untuk mencari uang].”

Mini di tempat rehabilitasi

Sumber gambar, Anindita Pradana/BBC

Keterangan gambar, Dari Magelang, Mini dibawa ke tempat rehabilitasi untuk monyet ekor panjang di Lembang, Jawa Barat.

Ajis mulai menangis saat kami mengatakan bahwa polisi telah mengirim Mini ke tempat rehabilitasi untuk monyet.

“[Mini] sudah seperti anak saya sendiri, tapi saya ini orang tua yang bejat,” kalimatnya terbata-bata. “Memanfaatkan dia untuk mencari uang. Padahal dia tidak salah apa-apa.”

Pada 28 Februari 2023, lima bulan setelah Ajis dilaporkan ke Polres Kabupaten Magelang, Pengadilan Negeri Mungkid menjatuhkan vonis delapan bulan kurungan atas penyiksaan monyet yang dilakukannya.

“Saya akui, yang pesan [video] sama saya itu rata-rata orang psikopat semua,” Ajis berkata kepada kami.

Di Amerika Serikat, polisi juga akhirnya mengejar para pembenci monyet.

‘Sebuah momen dalam sejarah’

Ketika Lucy Kapetanich selesai menceritakan semuanya kepada dua agen FBI di restoran Meksiko pada Mei 2022, dia memberikan sebuah flash drive berisi bukti-bukti kepada mereka. Lalu dia menunggu.

Berbulan-bulan dia menunggu, nyaris putus harapan, bertanya-tanya apakah petugas hukum di Amerika tertarik mengusut kasus terhadap orang-orang AS yang membayar orang lain di luar negeri untuk menyiksa monyet.

Beruntung bagi Kapetanich, FBI bukan satu-satunya lembaga federal yang menyadari adanya kasus ini.

Agen Khusus Paul Wolpert dari Department of Homeland Security mendapati dokumen kasus ini di atas mejanya pada suatu hari di tahun lalu. Wolpert, yang biasanya menangani kasus kekerasan anak, sempat bertanya pada dirinya sendiri mengapa dia membaca kisah penyiksaan monyet di negara nan jauh, di Indonesia.

Paul Wolpert
Keterangan gambar, Agen Khusus Paul Wolpert melacak jejak uang dari komunitas pembenci monyet di Amerika Serikat ke pembuat video di Indonesia. Dari aplikasi Cash App milik Stacey Storey, ia menemukan pembayaran untuk video blender kepada akun ‘Ny Noviyanto’.

“Kasus ini sangat aneh, dan tidak seperti apapun yang pernah saya tangani sebelumnya,” kata dia. Namun semakin dia mencoba memahami kasus ini, semua semakin masuk akal.

“Sebenarnya ini mirip dengan investigasi kasus kekerasan seksual terhadap anak,” ujarnya. “Bagaimana grup-grup ini bekerja, kerahasiaan mereka, cara mereka mengelola dan menyaring anggota — sama persis. Bedanya ini tentang video penyiksaan monyet alih-alih anak.”

Memiliki video penyiksaan binatang tidak ilegal di AS, tapi mendistribusikannya melanggar hukum. Maka Agen Wolpert mulai mengusut jejak uang di grup-grup Telegram.

Transferan uang ke sana ke mari dengan nama dan nomor telepon asli bertebaran di grup. Torture King dan Mr Ape sama-sama pernah mengirim dan menerima uang.

Stacey ‘Sadistic’ Storey menggunakan aplikasi Cash App dengan nama aslinya. Dari aplikasi tersebut, Agen Wolpert mendapati Storey mengirimkan sejumlah uang kepada pengguna bernama Ny Noviyanto dengan alamat surel ‘denynovianto7@gmail.com’ — sama dengan nama yang pernah disebut Asep di Tasikmalaya.

Dan saat Wolpert menyisir setiap percakapan dalam grup-grup Telegram, dia melihat para anggota komunitas ini begitu santai — sampai ke titik yang sangat bodoh.

Jika mereka tidak membicarakan ide penyiksaan, mereka ngobrol tentang anak-anak, hewan peliharaan, di mana mereka tinggal dan bekerja. Mereka berbagi tips berkebun.

Torture King

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, Mike “Torture King” McCartney menghadapi ancaman hukuman hingga tujuh tahun penjara.

Suatu ketika, Torture King berkata kepada anggota grup Hangin with the King bahwa mereka harus bisa saling percaya dan membangun komunitas yang kuat. Maka mereka harus mengirimkan foto dan nama asli di grup. Dan mereka dengan senang hati melakukannya.

Wolpert tak bisa percaya semua kebodohan ini. Kapetanich juga sempat menertawakan itu. Torture King — Mike McCartney — mengatakan dia sengaja melakukan ini supaya Kapetanich bisa menyimpan semua identitas anggota grup.

Tapi, tentu saja, ini juga membuat polisi bisa mengidentifikasi dirinya.

Agen Wolpert kemudian memasang kamera pengawas di tiang telepon depan rumah McCartney, dan beberapa pekan kemudian, sebuah tim SWAT menggerebek kediamannya.

Homeland Security menggeledah propertinya, sementara McCartney ditangkap untuk ditanyai. Untuk sementara, dia dipulangkan kembali sembari Agen Wolpert membangun kasusnya dari semua gawai yang disita.

Kepada BBC, McCartney mengatakan mendapatkan uang dari menjual video penyiksaan monyet tak ubahnya jualan narkoba. “Saya punya suplai. Mereka punya uangnya. Maka terjadilah,” dia berkata, datar.

Bedanya, lanjut dia, narkoba melibatkan “tangan-tangan kotor”, sementara penyiksaan monyet melibatkan “tangan-tangan berdarah”. McCartney tak menjual mahal video-video ini, paling-paling beberapa dolar per transaksi.

Uang yang didapatkan memang tak besar, kata McCartney, tapi untuk sesaat, dia dihormati dan disegani lagi — sama seperti saat dia masih jadi anggota geng moge — dan itu cukup baginya.

“Tidak peduli bagaimana cara saya mendapatkannya, atau keadaan yang melingkupinya. Pada dasarnya, saya menjadi raja di dunia yang gila ini.”

Total, dia mungkin hanya mendapatkan keuntungan beberapa ratus dolar, dan sekarang dia menghadapi ancaman tujuh tahun penjara.

McCartney berharap Agen Wolpert meringankan dakwaannya, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi. Pada akhirnya, satu-satunya hal yang mungkin meringankannya adalah membawa Lucy Kapetanich ke dalam grup dan membantu mengungkap semua ini.

“Saya mencoba melakukan hal yang benar,” dia berkata. “Tapi saya sudah mengambil keuntungan. Itu kesalahan saya.”

Stacey Storey
Keterangan gambar, Stacey Storey, salah satu anggota paling aktif dan paling sadis di grup-grup Telegram, adalah “psikopat - sepenuhnya dan seutuhnya,” kata Mr Ape.

Di bawah arahan Agen Wolpert, agen-agen dari Homeland Security di berbagai daerah di AS mulai mengetuk pintu orang-orang. Di Alabama, mereka mendatangi trailer Stacey Storey dan menyita ponsel dan laptopnya. Storey menyangkal semua dan mengaku ponselnya telah diretas.

Alasan yang sama dikatakan Storey kepada BBC, saat kami mendatanginya di Alabama pada suatu malam di Januari yang berkabut. “Saya memberikan kode ponsel saya ke seseorang lalu saya pergi, kemudian saya menemukan semua ini,” kata dia, merujuk pada video-video penyiksaan monyet.

Namun dari ponsel Stacey, Agen Wolpert menemukan bukti dia membayar video blender dengan akun Cash App miliknya. “Semua bukti ada di situ,” menurut Agen Wolpert. Storey juga diketahui masih aktif di sebuah grup pembenci monyet pada bulan ini.

Mr Ape, Stacey Storey, dan Mike McCartney adalah tiga dari lima target utama dalam penyelidikan yang dipimpin Agen Wolpert. Pada Juni 2023, Homeland Security menghubungi Mr Ape dan kini menginvestigasi lebih lanjut keterlibatannya.

Ketiganya belum dikenai dakwaan, namun dapat terancam hukuman penjara bila kelak diadili dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan Homeland Security.

Mr Ape

Sumber gambar, Ed Ou/BBC

Keterangan gambar, “Ape’s Cage adalah sebuah momen dalam sejarah pembenci monyet,” kata Mr Ape.

Kepada BBC, Mr Ape telah mengakui dia bertanggungjawab atas kematian setidaknya empat ekor monyet, dan penyiksaan banyak monyet lain.

“Saya ingat wajah dari setiap monyet itu dan bagaimana mereka mati,” kata dia.

Dia juga berkata video-video yang dibuatnya bersama Stacey Storey “sangat brutal” dan bahwa Storey adalah “psikopat, sepenuhnya dan seutuhnya”.

Dia mengaku malu, karena telah mencoba menghilangkan penderitaannya sendiri melalui dunia yang kemudian menjadi mimpi buruk tak terkendali.

Tapi bahkan saat dia mengakui semua ini, semburat bangga terdengar dari suaranya. Ape’s Cage adalah “sebuah momen dalam sejarah pembenci monyet,” kata dia, mengulum senyum.

“[Grup itu] benar-benar berarti sesuatu, Anda tahu? Orang-orang menyombongkan diri karena menjadi bagian darinya.”

Pertanyaan besar: Mengapa?

Berulang kali, Mr Ape mengatakan bahwa dia adalah seorang agen rahasia yang menyamar untuk memburu para penyiksa monyet. Tapi dia telah masuk terlalu dalam, mengemukakan terlalu banyak ide sadis, mengakibatkan terlalu banyak monyet mati, sebagai pembenaran dari klaimnya.

Menurut Dr Stacey Cecchet, psikolog forensik yang mendampingi polisi AS dalam investigasi ini, Mr Ape adalah contoh nyata “hidup penuh dengan fantasi mendetail” yang dimiliki oleh para sadis.

Kami berbincang dengan Dr Checcet dengan harapan ia bisa memberi jawaban atas pertanyaan besar di pusat dunia penyiksaan monyet yang gelap ini: Mengapa?

Dr Stacey Cecchet

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, Dr Stacey Cecchet mendampingi polisi Amerika Serikat dalam kasus video penyiksaan monyet.

Belum ada banyak riset tentang penyiksaan sadis terhadap binatang, kata dia, tapi dia melihat ada beberapa kesamaan di lingkaran ini dengan jejaring paedofil sadis.

Keduanya mendapatkan kesenangan dari melihat makhluk hidup lain dipermalukan, direndahkan, atau dibuat menderita. Kedua anggota komunitas ini juga mencari pertemanan dari orang-orang dengan pemikiran sama.

Komunitas ini kerap kali difasilitasi oleh aplikasi pesan terenkripsi seperti Telegram, kata Dr Checcet. Di sana, para sadis ini dapat “mengakses hal-hal yang membuat mereka paling bersemangat. Bukan hanya mengaksesnya, tapi juga memesannya sehingga hasilnya sesuai dengan keinginan mereka”.

Soal klaim Mr Ape yang mengatakan dia ingin melihat monyet menderita karena dia juga menderita, Dr Checcet tidak mempercayainya.

“Anda tidak mungkin bangun suatu pagi dan memutuskan melihat bayi monyet disiksa,” kata dia.

“Orang-orang seperti ini biasanya memiliki keinginan itu sejak lama, jadi susah untuk saya percaya bahwa seseorang yang sedang mengalami hal sulit dalam hidupnya tiba-tiba berpikir, ‘Tahu apa yang bisa membuat saya merasa lebih baik? Menonton bayi monyet digergaji.’ Tidak ada hal seperti itu.”

quote psikolog

Agen Wolpert juga tak mempercayai Mr Ape. Dan dia yakin akan mengumpulkan cukup bukti untuk mendakwa Mr Ape.

Mr Ape agaknya menyadari ini — dan dia sudah siap. “Saya akan berbuat apa saja untuk mengakhiri ini semua,” katanya.

Soal Mini, Mr Ape tidak tahu pasti apakah monyet itu masih hidup atau sudah mati. Pada suatu waktu, dia pernah terobsesi padanya, membayangkan untuk membunuhnya. Sekarang dia berkata dia berharap Mini baik-baik saja.

“Mungkin dia tidak bisa kembali ke alam liar, mungkin dia akan mati kelaparan,” kata dia. “Tapi saya akan memberikan segalanya demi bisa melihat dia berada di rumah yang baik.”

‘Dua, tiga tahun lagi kembali ke alam’

Di perbukitan sejuk Lembang, Jawa Barat, tempat strawberry, beragam bunga, dan sayur-mayur tumbuh subur, ada jalan berkelok-kelok menuju sebuah rumah sakit khusus hewan.

Di belakang gedung rumah sakit itu, terdapat sebuah area seukuran lapangan bola. Di sanalah tim dan dokter hewan dari kelompok pecinta binatang Jakarta Animal Aid Network (JAAN) merawat binatang-binatang liar yang terluka atau dipersiapkan untuk pelepasan kembali — kebanyakan spesies monyet ekor panjang.

Tapi kawanan monyet bukan satu-satunya penghuni. Beberapa ekor kalkun berkotek di bagian belakang, bersama dengan seekor burung merak. Kambing-kambing asyik merumput di sisi area; seekor buaya yang terluka karena diserang manusia terdiam melata di kolam. Di salah satu kandang, seekor elang gagah dengan luka di sayapnya bertengger dengan bosan.

Drh Ilham Maulana

Sumber gambar, Anindita Pradana/BBC

Keterangan gambar, Dokter hewan Ilham Maulana merawat Mini dan Milo di pusat rehabilitasi untuk monyet ekor panjang di Lembang, Jawa Barat.

Delapan kandang besi besar berjajar. Isinya puluhan monyet yang sedang dalam proses perkenalan dengan monyet-monyet lain. Mereka kelak menjadi kawanan dengan hirarkinya sendiri-sendiri, di alam liar.

Di salah satu kandang itu, Mini dan Milo — monyet lain yang juga diselamatkan dari rumah Ajis — bermain dan berayun dengan beberapa monyet seumuran.

Mini pertama kali tiba di pusat rehabilitasi ini dengan sejumlah luka. Tulang ekornya retak, begitu pula tulang rahangnya. Gigi susunya rontok dan gusinya bengkak memerah, diduga karena pukulan. Mini juga terlihat sangat stres, kata dokter hewan, Ilham Maulana.

Bila ada orang mendekat, Mini akan langsung memeluk Milo erat-erat, sama seperti saat mereka masih ada di Magelang. Trauma ini lebih sulit disembuhkan ketimbang luka-luka di tubuhnya, kata dokter Ilham.

Tapi empat bulan berada di sini telah banyak mengubah Mini. “Dia kini lebih berani, lebih penasaran mengeksplorasi seluruh area di kandang,” ujar dokter Ilham.

Dia meloncati ranting-ranting, berenang di ember berisi air, dan main berkelahi dengan teman-temannya. Saat dokter Ilham hendak memeriksanya, Mini langsung menempel di dada sang dokter… dan ketiduran.

Mini monyet ekor panjang

Sumber gambar, Anindita Pradana/BBC

Keterangan gambar, Saat tiba di Lembang, kondisi Mini luka-luka dan trauma.

Benfica, Ketua JAAN, mengatakan “menguatkan mental dan menyembuhkan trauma” Mini dan Milo telah menjadi prioritas utama pihaknya sejak dua monyet ini tiba di Lembang.

Melihat kemajuan kondisi Mini sekarang, ia mengaku yakin suatu saat nanti Mini dan Milo akan bisa bergabung dengan kawanan dan kembali ke alam liar.

“Mungkin dalam dua, tiga tahun lagi, Mini bisa dilepasliarkan,” Benfica optimistis akan hal ini.

Sementara itu, di Magelang, Ajis yang telah divonis delapan bulan penjara bersiap mengajukan banding, meski sebelumnya telah mengakui perbuatan jahatnya.

“Saya mengakui perbuatan yang saya lakukan itu benar-benar salah dan benar-benar biadab,” kata Ajis dalam pledoi yang dibacakannya pada 21 Februari.

Pada sidang putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mungkid menjatuhkan vonis ultra petita, atau lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni lima bulan penjara.

Saat membacakan amar putusannya, majelis hakim mengakui penegakan hukum terhadap kasus penyiksaan hewan masih terlalu rendah di Indonesia, dan “pemerintah perlu memberikan perhatian khusus terkait hal ini”.

Hal yang sama dikatakan IPDA Rosyid Umam dari Satuan Reskrim Polres Kabupaten Magelang yang meringkus Ajis.

“Kalau melihat kesadisannya itu sebenarnya belum seimbang dengan ancaman hukumannya,” ujar Rosyid kepada BBC Indonesia. “Sadis betul, sadis…”

Asep dan Ajis saat sidang

Sumber gambar, Dede/Buyung/BBC

Keterangan gambar, Asep Yadi Nurul Hikmah (Ki) dan Ajis Rasajana (Ka) saat sidang online. Asep divonis tiga tahun penjara karena juga dijerat pasal jual-beli hewan dilindungi, sementara Ajis dihukum delapan bulan penjara atas penganiayaan binatang.

Vonis terhadap Ajis jauh lebih rendah dari Asep, yang dijerat dengan aturan pidana khusus terkait jual-beli hewan dilindungi dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.

Akhir tahun lalu, relawan pecinta hewan yang tergabung dalam Koalisi Primates Fight Back turun ke jalan untuk mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memasukkan Macaca fascicularis (monyet ekor panjang) dan Macaca nemestrina (beruk) ke dalam spesies yang dilindungi.

Belum ada respons dari KLHK untuk seruan ini.

Masih hidup dan aktif

Sudah setahun lebih sejak Lucy Kapetanich pertama kali mengontak FBI soal kasus video penyiksaan monyet. “Sepertinya tidak ada yang terjadi,” ia mengeluh. “Saya tak paham kenapa bisa begitu.”

YouTube baru-baru ini menutup kanal miliknya, sehingga Kapetanich harus mulai dari awal dengan kanal baru dan nol pelanggan.

Lucy Kapetanich

Sumber gambar, Joel Gunter/BBC

Keterangan gambar, “Dunia itu sangat gelap,” kata Lucy Kapetanich. “Salah satu alasan saya tetap bertahan adalah Mini.”

Nina Jackel masih berupaya meneruskan tuntutan pidananya melawan YouTube, yang dituduhnya menjadi rumah bagi video-video penyiksaan. Hakim baru-baru ini menolak kasusnya, namun Jackel mengajukan banding atas putusan itu dan masih menunggu langkah selanjutnya.

YouTube menolak permintaan wawancara BBC untuk laporan ini. Melalui pernyataan tertulis, mereka berkata konten penyiksaan hewan “tidak memiliki tempat di YouTube” dan bahwa mereka “bekerja keras untuk menghapus konten yang melanggar aturannya dengan cepat”.

“Di tahun ini saja, kami telah menghapus ratusan ribu video dan menutup ribuan kanal yang melanggar aturan kekerasan dan grafis kami,” bunyi pernyataan itu.

Telegram mengatakan kepada kami mereka “berkomitmen melindungi privasi pengguna dan hak asasi manusia seperti kebebasan berpendapat,” menambahkan bahwa “moderator tidak dapat secara proaktif mengawasi grup-grup privat”.

Namun mencari konten-konten meresahkan dengan bayi-bayi monyet sebagai bintangnya masih sangat mudah di YouTube. Tetapi video penyiksaan yang terburuk sepertinya sudah menghilang.

Di tempat-tempat lain di internet, komunitas pembenci monyet masih sangat hidup dan aktif. Facebook kini menjadi rumah bagi setidaknya belasan grup, dan video-video lama penyiksaan monyet ekor panjang paling kejam masih beredar di sana. Facebook mengatakan kepada BBC mereka telah menghapus grup-grup yang kami laporkan kepada mereka.

“Kami tidak mengizinkan konten yang mendukung penyiksaan terhadap hewan di platform kami, dan kami mengapus konten tersebut saat kami mendapatinya, seperti yang telah kami lakukan dalam kasus ini,” kata perwakilan Meta.

Mini monyet ekor panjang

Sumber gambar, Anindita Pradana/BBC

Keterangan gambar, Mini dalam proses pengenalan dengan monyet-monyet lain yang seumuran. Kelak, dia akan digabungkan dengan kawanan dengan hirarki untuk dilepasliarkan.

Beberapa konten baru bermunculan. Sebagian diduga tak dibuat di Indonesia, kemungkinan di negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia dan Kamboja.

Di Trinidad, Dave Gooptar masih melacak mereka, membuat daftar nama anggota-anggotanya, dan mencoba mencari tahu siapa para pembuatnya. Dia merasa susah melepaskan diri dari semua ini.

Gooptar menelpon Kapetanich baru-baru ini, saat BBC duduk bersama perempuan itu di sebuah teras, berlatar langit LA berwarna jingga. Keduanya mengobrol dengan akrab, Mayhem dan Yardfish, dua detektif amatir paling terkenal di dunia penyiksaan monyet.

Kapetanich menceritakan kepada Dave soal Mini. Sebelumnya, BBC telah membagikan kabar gembira tentang penyelamatan dan kondisi terbaru Mini kepada Kapetanich.

Perempuan itu tak kuasa membendung air matanya saat ia duduk dan menonton rekaman video Mini di pusat rehabilitasi di Lembang.

“Selama ini, saya mengira Mini telah mati,” suaranya tertahan. “Wow, ini sangat emosional.”

Dia mencabut sebatang rokok dari bungkusnya, memantikkan api, menghisap dalam-dalam, dan meniupkan kepulan asap ke angkasa. Lengannya terjuntai di sisi kursi taman yang didudukinya.

Malam semakin gelap, namun wajahnya terlihat lebih bahagia dari biasanya. Sedikit lebih damai.

Di sisi dunia yang lain, Mini sebentar lagi bebas.

-

Tim investigasi: Astudestra Ajengrastri, Joel Gunter, Rebecca Henschke, Sam Piranty, Kelvin Brown.

Silvano Hajid dan Furqon Ulya berkontribusi pada laporan ini. Produksi visual oleh Dwiki Marta, Anindita Pradana, Ivan Batara, Buyung.

Grafis oleh Asher Isbrucker, Manuella Bonomi, Andiko Prasetyo.

Keterangan video, Para pembenci monyet: Di balik komunitas global pemesan konten kejam dari Indonesia